Minggu, 30 Juni 2013

MAKALAH ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

MAKALAH
ISLAM DAN BUDAYA LOKAL
( Naik Tojang )
Di Susun Oleh :
kelompok 5
Khairunnisa (1121100019)
M.Jemi Saputra (1121100014)
Susantono (1121100007)

Tarbiyah / PAI
Kelas A



Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Pontianak

Daftar Isi
BAB 1             PENDAHULUAN
                                           I.         Latar Belakang
                                        II.         Rumusan masalah
                                     III.         Tujuan
BAB 2             PEMBAHASAN
                                           I.         Sejarah Naik Tojang (Naik Ayun)
                                        II.         Proses sebelum melakukan Naik Tojang (Naik Ayun)
                                     III.         Upacara Naik Tojang (Naik Ayun)
                                     IV.         Peralatan Naik Tojang (Naik Ayun)
                                        V.         Proses Naik Tojang (Naik Ayun)
BAB 3             PENUTUP
A.           Kesimpulan

BAB 1
PENDAHULUAN
I.          Latar Belakang
       Bangsa indonesia merupakan bangsa yang beruntung karena memiliki sejumlah khazanah lama  dalam jumlah yang banyak, baik khazanah yang telah dikondisikan maupun yang masih terkam hanya di dalam ingatan penutur atau tokoh adat. Dalam literasi sastra kepemilikan atas khazanah lama tersebut dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu kelompok sastra lama yang tersimpan dalam bentuk tulisan atau naskah yang tersimpan dalam bentuk lisan (ikram, 1983:6-9), sastra lisan serupa fenomena sosial yang tidak saja hidup ditengah masyarakat yang terpelajar (finnegan,1977:3). Ia ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara lisan. Penyebaran tidak terbatas oleh batasan geografis bahkan sering kali ia berkembang ditempat jauh dari komunitas awalnya. Ditempat- tempat yang secara geografis berjauhan dan lingkungan kebudayaan yang relatif berbeda. Sastra lisan dan sebagian dari sebuah upacara adat merupakan salah satu warisan yang tidak ternilai , hal ini menunjukkan betapa arif dan bijaksanaya peninggalan khazanah bangsa yang masih di jalankan sebagian masyarakat keturunan di kabupaten pontianak. Memohon keselamaan ahli keluarga keturunan. berkaitan dengan hal tersebut bagi masyarakat yang masih mengganggap keturunan suku bugis dan sangat erat dengan kehidupan dat istiadat keraton mempawah bahwa adat istiada masih banyak yang melakukan seperti adat empat puluh hari, adat buang – buang, tepung tawar dan lain sebagainya. Di selenggarakan adat seperti ini sangat era kaitannya dengan sebuah pertautan hubungan anara penghuni kehidupan di alam nyata dengan penghuni kehidupan di alam gaib. Anggapan ini membutuhkan pemahaman dan keyakinan bahwa anara ke dua alam kehidupan tersebut sesungguhnya merupakan media untuk menjalin komunitas di antara dua dimensi kehidupan, maka segala proses yang terjadi di dalam kehidupan, baik kelahiran, pertumbuhan dan perkembangan anak, perkawinan, kematian dan lain- lainya dikomunikasikan atau ke mereka secara timbal balik.
II.          Rumusan Masalah
*   Sejarah Naik Tojang (Naik Ayun)
*   Proses sebelum melakukan Naik Tojang (Naik Ayun)
*   Upacara Naik Tojang ( Naik Ayun)
*   Peralatan yang di pakai Untuk Naik Tojang (Naik Ayun)
*   Proses ritual Naik Tojang (Naik Ayun)

III.          Tujuan
       Dapat mengetahui dan mempelajari budaya Naik Tojang (naik ayun) di daerah kabupaten pontianak .




BAB 2
PEMBAHASAN
I.          Sejarah naik Tojang (Naik Ayun)
       Sejarah naik tojang yang kami dapatkan dari bapak atau datok yang bernama Wa’ daeng berusia 70 tahun beliau menuturkan bahwa sejarah Naik Tojang ini memang suadah ada pada zaman nenek moyang hingga sekarang yang di teruskan oleh anak cucunya. Beliau hanya menjelaskan seperti itu karena beliau hanya mengetahui proses ,alat atau perlengkapan dan  ritualnya saja .
II.          Proses sebelum melakukan Naik Tojang (Naik Ayun)
       Berkenaan dengan prosesi ada buang – buang, prosesi dilakukan untuk mengawali pelaksanaan kegiatan adat ,seperti adat kelahiran, adat khitanan, adat perkawinan, dan kegiatan adat lainnya . proses berfungsi sebagai wahana komunikasi antara anggota keluarga penenbahan kodung yang tinggal dialam nyata dan yang tinggal dialam gaib.
Perlengkapan prosesi ini terdiri dari antara lain :
1.        Sebutir telur ayam kampung yang masih mentah, (umumnya ayam yang berwarna hitam disebut ayam selase)
2.        Sebutir buah pinang yang sudah masak menguning,
3.        Lima lembar sirih bertemu urat,
4.        Sirih rekok(kapur,gambir, pinang)
5.        Rokok daun
6.        Sebotol minyak bau disebut minyak bugis,
7.        Sebatang lilin kuning (lilin wanyi)
8.        Setumpuk berteh (terbuat dari padi yang digongseng)
9.        Beras kuning
10.    Sebentuk cincin yang diikat dengan benang kuning
11.    Sebuah piring mangkok berwarna putih polos.
Semua alat perlengkapan tersebut diletakkan diatas sebuah nampan perak yang dilapisi kain kuning. Setelah kesemua alat perlengkapan tersedia, pelaksanaan acara adat buang-buang dapat dilaksanakan. Pelaksanaan acara adat ini adalah seorang dukun atau pawang yang berpakaian hitam-hitam, dua orang pengawal yang membawa payung dan sebilah pedang, dan anggota keluarga yang mempunyai hajat. Semua pelaksanaan acara ini duduk pertahapan, kecuali pengawal yang mempunyai hajat. Semua pelaksanaan acara ini duduk bertahapan, kecuali pengawal yang duduk dibelakang anggota keluarga yang berhajat; mengitari alat perlengkapan yang sudah disediakan. 
Prosesi setelah empat puluh hari ibu melehirkan . apabila sudah genap empat puluh hari ibu melahirkan, maka diadakan upacara yang disebut dengan bebereseh atau basu’ lante. Bagi ibu yang akan menjalankan prosesi adat tersebut maka sebelumnya di persiapkan beberapa perlengkapan antara lain;
1.      Nasi ketan
2.      Air Gula Merah
3.      Tetohong
4.      Ayam seekor
5.      Kain basah untuk mandi
6.      Bedak dan langir secukupnya
Mandi bagi ibu setelah melahirkan di dalam hukum islam disebut mandi nifas dengan niat membersihkan seluruh tubuh dan mengangkat hadas besar untuk mandi telah dipersiapkan segala perlengkapannya seperti buah langir beberapa buah yang direndam di dalam air dan air hangat secukupnya. Madi dilakukan di dalam rumah dan pantang mandi di tempat yang terlihat orang dan tempat umum.
saat sedang buang-buang , mengucap bismillah memohon kepada Allah atas segala sgangguan manusia. Memberi salam kepada Allah atas segala ganggua jin iblis dan gangguan manusia memberi salam kepada leluhur yang tidak nampak secara lahiriah.
Setelah selesai mandi maka bayi yang sudah bersih diserahkan ke pada ibunya untuk diberikan susu, biasanya bayi langsung tertidur dipangkuan ibunya. Peralatan lengkap dirabun terlebih dahulubaru kemudian dibawa ke pinggir sungai yang airnya mengalir ke muara laut. Dukun bayi membacakan do’a keselamatan dengan memberitahukan pada leluhur agar di dalam pelaksanaan upacara tidak mendapat gangguan dan terhindar dari malapetaka dan mohon kepada Allah dengan mengucap kata-kata antara lain :
Saat sedang buang – buang
Mengucap bismillah memohon kepada Allah atas segala gangguan jin iblis dan gangguan manusia memberi salam kepada leluhur yang tidak nampak secara lahiriah
Membaca do’a untuk Nabi Khaidir as, mengucap kata-kata bahwa inilah yang mampu kami berikan agar kami jangan diganggu, mohon maaf atas segala kekhilafan anak cucu pada leluhur yang terdahulu  minyak bau diteteskan terlebih dahulu (minyak yang dibuat khusus buat acara adat dan terbuat dari minyak kelapa yang sudah dimantera terlebih dahulu. Di sebut minyak bau karena baunya yang menimbulkan aroma khas dan sering dipakai pada acara-acara adat seperti naik ayun, empat puluh hari setelah melahirkan dan lain  sebagainya dalam kegiatan adat.
Pring yang disebut dengan pinggan berwarna putih bersih untuk menempatkan perlengkapan alat-alat buang-buang, barang- barang tersebut di tenggelamkan di dalam air dengan mengikutu arus air mengalir, sebelum di tenggelamkan digoyang terlebuh dahulu sebanyak tiga kali dengan niatdidalam hati mohon jangan di ganggu.
Air diambil sedikitdibawa pulang dan air tersebut ditampung kedalam piring yang dipakai sebagai tempat perlengkapan buang-buang.
Minum air buang-buang
Sampai dirumah air dipinumkan sedikit dan dimandikan pada anak tersebut, begitu juga dengan ibunya dengan memohon keselamatan bahwa ir buang-buang dipinum dan mohon keselamatan agar jangan diganggu oleh leluhur dan adat sudah dijalankan dengan berbagai prosesimenurut urutannya. Kegiatan upacara adat ini dipimpin sepenuhnya dan dilakukan oleh dukun bayi. Acara yang terakhir adalah pembacaan do’a selamat dan acara buang-buang sudah dianggap selesai.

III.          Upacara Naik Tojang (Naik Ayun)
       Ketika upacara naik ayun yang juga disebut dengan naik Tojang diatas ayunan dan diberi beberapa perlengkapan terdiri dari 7 warna benang yang diikat di atas ayunan dengan simbol – simbol yang melambangkan antara lain;
Tujuh benang yang simpul menjadi satu melambangkan bahwa hubungan jalinan silaturahmi sampai tujuh turunan, dan didekat simpulan benang tersebut beberapa makanan ketupat yang melambangkan bahwa makanan tersebut memang sangat dihormati dan dijunjung tinggi
1.      Benang Putih
2.      Benang Merah
3.      Benang hijau
4.      Benang hitam
5.      Benang coklat
6.      Benang Ungu
7.      Benang kuning
            Semua barang diikat menjadi salah satu yang disebut dengan cindai, dan   beberapa  kuah ketupat lemak simbol lambang dipasang di bawah ayunan memohon kepada Allah SWT agar dapat terlindung dari segala godaan syaitan, begitu juga kapur yang di corengkan pada anak dan ibunya. Simbol sapu lidi melmbangkan bahwa penyakit bayi tersebut sudah dibuang, simbol lesung batu menggambarkan bahwa diharapkan anaka tersebut tidak berat hati dengan segala sesuatu urusan dan kain yang berwarna kuning melambangkan bahwa ia adalah dari keturunan bugis memasuki ekor kucing pada ayunan bayi agar bayi tersebut tidak mudah terkejut dan kehilangan semangat.


IV.          Peralatan Naik Tojang (Naik Ayun)
Lambang di Bawah Ayunan
Adapun tempat-tempat yang dipasang antara lain :
1.      Diatas ayunan dan diberi beberapa perlengkapan terdiri dari 7 warna
a.    Benang putih
b.    Benang merah
c.    Benang hijau
d.   Benang ungu
e.    Benang coklat
f.     Benang kuning
            Semua benang diikat menjadi satu yang disebut dengan cindai, dan beberapa buah ketupat lemak
1.    Lambang dipasang pada tiang ayunan
2.    Lambang dipasang dibawah ayunan
3.    Contengan kapur pada telapak kaki anak dan ibunya
4.    Didalam ayunan diberisapu lidi, ijuk
5.    Anak lesung batu
6.    Kain berwarna kuning
V.          Proses ritual Naik tojang (Naik Ayun)
       Sebelum memasukkan bayi dalam ayunan, didahului dengan memasukkan seekor kucing, sapu lidi dan anak lesung batu kedalam ayunan, kemudian barang-barang yang ada di dalam ayuanan dikeluarkan an dibersihkan dahulu barulah bayi dimasukkan oleh dukun ke dalam ayunan untuk ditidurkan, untuk ayunan bayi sediri berupa kain kuning yang tali ayunan pada sambungan tali dengan kain digantung pisang dan cabe. di bawah ayunan  diisi dengan air putihdi ddalam botok ditulis dengan lam jelalah (lam alif) pada dua sisinya.


Selanjutnya dengan prosesi atau rutual yaitu :
1.      Pembersihan Ayunan
2.      Memasukkan seekor Kucing kedalam ayunan
3.      Mengeluarkan sapu lidi
4.      Memasukkan bayi ke dalam Ayunan
5.      Dan terakhir membaca Do’a rasul
       Pembacaan do’a rasul dipimpin oleh seorang yang dianggap mengetahui do’a khusus tersebut. Do’a ini dikhususkan bagi keluarga yang berniat untuk mendapatkan anak dan memohon keselamat bagi anak tersebut. Adapun yang menjadi perlengkapan untuk ritual do’a rasul antara lain;
1.      Seekor ayam jantan yang tidak cacat
2.      Pulut kuning
3.      Santan kelapa
4.      Air dalam mangko putih
5.      Kain bewarna kuning
6.      Talam besar
7.      Inti yang dibuat dari parutan daging kelapa yang telah dimasak dengan gula
            Perlengkapan pembacaan do’a rasul, dimulai dari pencaharian ayam yang tidak cacat dan yang dipilih yang dianggap cukup umur, besar dan sehat menurut ukurannya. Kemudian ayam dipanggang dengan cara pada bagian dalamnya jeroan dibuang dan hati, limpa, empedu digabung menjadi satu pada tusukansate. Pemanggangan ayam harus utuh tidak boleh ditinggalkan salah satu anggotanya. Nasi kuning dibuat dengan campuran beberapa kunyit dan dicampur dengan air santan untuk menghasilkan kwalitas yang baik maka makanan tersebut dipanggang di atas kayu api. Setelah lengkap maka hidangan dilapaisi dengan kain kuning dan diletakkan pada sebuah talam besar.
            Membaca do’a rasul ini khusus bagi keluarga terdekat untuk menghadirinya. Do’a dipimpin oleh orang yang dianggap alim dan faham tentang membacanya. Setelah selesai pembacaan do’a rasul maka pada bagian hati, limpa, dan empedu diberikan kepada kedua orang tua dan pada bagian lain dibagikan dengan kaum kerabat, tetangga yang terdekat. Keyakinan sebagian sebagian masyarakat bahwa tulang ayam yang sudah dibaca akan apat dijadikan penangkal berbagai penyakit atau juga untuk menghindari dari gigitan binatang buas, sehingga setelah acara selesai maka sebagianya mengumpulkan untuk dibawa pulang ini juga diberikan pada yang memesannya.

Makna Dari Acara
Makna yang tersirat adalah untuk mensucikan ibu dan bayi dari mara bahaya dan permohonan keselamatan dan kesejahteraan kepaa Allah SWT. Adapun makna yang terkandung dari simbol-simbol upacara yang dipergunakan padaupacara di bawah ini antara lain :
§  Upacara Adat Buang-buang
§  Arti bendera
§  Upacara tepung Tawar





BAB 3
PENUTUP
A.      Kesimpulan
     Dari penelitian kami dapat disimpulkan bahwa Adat dan agama dapat dikolaborasikan asal tetap dalam koridor yang tiak melanggar agama. semua itu merupakan pemersatu atau salah satu penyebaran agama yang melalui adat dan budaya. Dari adat ini semua mengandung makna yang positif untuk kehidupan masyarakat terutama pada masyarakat bugis.








Kata Pengantar
Bismilahirrahmanirrahiim,
Segala puji bagi ALLAH,tuhan semesta alam yang senantiasa mencurahkan rahmad dan karunia-nya salawat serta serta salam semoga di limpahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W., keluarganya ,para sahabat ,dan seluruh umatnya. Kami bersyukur kepada Illahi Rabbi yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada kami ,sehingga Makalah yang berjudul : NAIK TOJANG  dapat diselesaikan.
Materi dalam Makalah ini disusun berdasarkan penelitian-penelitian di daerah kabupaten pontianak ,agar kami pada umumnya mengerti tentang islam dan budaya lokal terutama tentang NAIK TOJANG tersebut.
Kami  menyadari, bahwa dalam Makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan .oleh karena itu kepada para pembaca khususnya ,kami mengharapkan Saran dan Kritik demi kesempurnaan Makalah ini.
Semoga makalah ini benar-benar bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat pada umumnya . Amin.




Pontianak, 26 Juni 2013
Disusun oleh:
Kelompok 5