MAKALAH
ISLAM DAN BUDAYA LOKAL
( Naik Tojang
)
Di Susun Oleh :
kelompok 5
kelompok 5
Khairunnisa (1121100019)
M.Jemi Saputra (1121100014)
Susantono (1121100007)
Tarbiyah / PAI
Kelas A
Sekolah
Tinggi Agama Islam
Negeri
Pontianak
Daftar Isi
BAB
1 PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
II.
Rumusan masalah
III.
Tujuan
BAB
2 PEMBAHASAN
I.
Sejarah Naik Tojang (Naik Ayun)
II.
Proses sebelum melakukan Naik Tojang (Naik
Ayun)
III.
Upacara Naik Tojang (Naik Ayun)
IV.
Peralatan Naik Tojang (Naik Ayun)
V.
Proses Naik Tojang (Naik Ayun)
BAB
3 PENUTUP
A.
Kesimpulan
BAB 1
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Bangsa
indonesia merupakan bangsa yang beruntung karena memiliki sejumlah khazanah
lama dalam jumlah yang banyak, baik
khazanah yang telah dikondisikan maupun yang masih terkam hanya di dalam
ingatan penutur atau tokoh adat. Dalam literasi sastra kepemilikan atas
khazanah lama tersebut dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu kelompok sastra
lama yang tersimpan dalam bentuk tulisan atau naskah yang tersimpan dalam
bentuk lisan (ikram, 1983:6-9), sastra lisan serupa fenomena sosial yang tidak saja
hidup ditengah masyarakat yang terpelajar (finnegan,1977:3). Ia ditransmisikan
dari satu generasi ke generasi berikutnya secara lisan. Penyebaran tidak
terbatas oleh batasan geografis bahkan sering kali ia berkembang ditempat jauh
dari komunitas awalnya. Ditempat- tempat yang secara geografis berjauhan dan
lingkungan kebudayaan yang relatif berbeda. Sastra lisan dan sebagian dari
sebuah upacara adat merupakan salah satu warisan yang tidak ternilai , hal ini
menunjukkan betapa arif dan bijaksanaya peninggalan khazanah bangsa yang masih
di jalankan sebagian masyarakat keturunan di kabupaten pontianak. Memohon keselamaan
ahli keluarga keturunan. berkaitan dengan hal tersebut bagi masyarakat yang
masih mengganggap keturunan suku bugis dan sangat erat dengan kehidupan dat istiadat
keraton mempawah bahwa adat istiada masih banyak yang melakukan seperti adat
empat puluh hari, adat buang – buang, tepung tawar dan lain sebagainya. Di
selenggarakan adat seperti ini sangat era kaitannya dengan sebuah pertautan
hubungan anara penghuni kehidupan di alam nyata dengan penghuni kehidupan di
alam gaib. Anggapan ini membutuhkan pemahaman dan keyakinan bahwa anara ke dua
alam kehidupan tersebut sesungguhnya merupakan media untuk menjalin komunitas
di antara dua dimensi kehidupan, maka segala proses yang terjadi di dalam
kehidupan, baik kelahiran, pertumbuhan dan perkembangan anak, perkawinan,
kematian dan lain- lainya dikomunikasikan atau ke mereka secara timbal balik.
II.
Rumusan
Masalah
Sejarah
Naik Tojang (Naik Ayun)
Proses
sebelum melakukan Naik Tojang (Naik Ayun)
Upacara
Naik Tojang ( Naik Ayun)
Peralatan
yang di pakai Untuk Naik Tojang (Naik Ayun)
Proses
ritual Naik Tojang (Naik Ayun)
III.
Tujuan
Dapat mengetahui dan mempelajari budaya Naik Tojang (naik ayun) di daerah kabupaten pontianak .
Dapat mengetahui dan mempelajari budaya Naik Tojang (naik ayun) di daerah kabupaten pontianak .
BAB
2
PEMBAHASAN
I.
Sejarah
naik Tojang (Naik Ayun)
Sejarah
naik tojang yang kami dapatkan dari bapak atau datok yang bernama Wa’ daeng
berusia 70 tahun beliau menuturkan bahwa sejarah Naik Tojang ini memang suadah
ada pada zaman nenek moyang hingga sekarang yang di teruskan oleh anak cucunya.
Beliau hanya menjelaskan seperti itu karena beliau hanya mengetahui proses
,alat atau perlengkapan dan ritualnya
saja .
II.
Proses
sebelum melakukan Naik Tojang (Naik Ayun)
Berkenaan
dengan prosesi ada buang – buang, prosesi dilakukan untuk mengawali pelaksanaan
kegiatan adat ,seperti adat kelahiran, adat khitanan, adat perkawinan, dan
kegiatan adat lainnya . proses berfungsi sebagai wahana komunikasi antara
anggota keluarga penenbahan kodung yang tinggal dialam nyata dan yang tinggal
dialam gaib.
Perlengkapan prosesi
ini terdiri dari antara lain :
1.
Sebutir telur ayam kampung yang masih
mentah, (umumnya ayam yang berwarna hitam disebut ayam selase)
2.
Sebutir buah pinang yang sudah masak
menguning,
3.
Lima lembar sirih bertemu urat,
4.
Sirih rekok(kapur,gambir, pinang)
5.
Rokok daun
6.
Sebotol minyak bau disebut minyak bugis,
7.
Sebatang lilin kuning (lilin wanyi)
8.
Setumpuk berteh (terbuat dari padi yang
digongseng)
9.
Beras kuning
10. Sebentuk
cincin yang diikat dengan benang kuning
11. Sebuah
piring mangkok berwarna putih polos.
Semua
alat perlengkapan tersebut diletakkan diatas sebuah nampan perak yang dilapisi
kain kuning. Setelah kesemua alat perlengkapan tersedia, pelaksanaan acara adat
buang-buang dapat dilaksanakan. Pelaksanaan acara adat ini adalah seorang dukun
atau pawang yang berpakaian hitam-hitam, dua orang pengawal yang membawa payung
dan sebilah pedang, dan anggota keluarga yang mempunyai hajat. Semua
pelaksanaan acara ini duduk pertahapan, kecuali pengawal yang mempunyai hajat.
Semua pelaksanaan acara ini duduk bertahapan, kecuali pengawal yang duduk
dibelakang anggota keluarga yang berhajat; mengitari alat perlengkapan yang
sudah disediakan.
Prosesi
setelah empat puluh hari ibu melehirkan . apabila sudah genap empat puluh hari
ibu melahirkan, maka diadakan upacara yang disebut dengan bebereseh atau basu’
lante. Bagi ibu yang akan menjalankan prosesi adat tersebut maka sebelumnya di
persiapkan beberapa perlengkapan antara lain;
1. Nasi
ketan
2. Air
Gula Merah
3. Tetohong
4. Ayam
seekor
5. Kain
basah untuk mandi
6. Bedak
dan langir secukupnya
Mandi
bagi ibu setelah melahirkan di dalam hukum islam disebut mandi nifas dengan
niat membersihkan seluruh tubuh dan mengangkat hadas besar untuk mandi telah
dipersiapkan segala perlengkapannya seperti buah langir beberapa buah yang
direndam di dalam air dan air hangat secukupnya. Madi dilakukan di dalam rumah
dan pantang mandi di tempat yang terlihat orang dan tempat umum.
saat
sedang buang-buang , mengucap bismillah memohon kepada Allah atas segala
sgangguan manusia. Memberi salam kepada Allah atas segala ganggua jin iblis dan
gangguan manusia memberi salam kepada leluhur yang tidak nampak secara
lahiriah.
Setelah
selesai mandi maka bayi yang sudah bersih diserahkan ke pada ibunya untuk
diberikan susu, biasanya bayi langsung tertidur dipangkuan ibunya. Peralatan
lengkap dirabun terlebih dahulubaru kemudian dibawa ke pinggir sungai yang airnya
mengalir ke muara laut. Dukun bayi membacakan do’a keselamatan dengan
memberitahukan pada leluhur agar di dalam pelaksanaan upacara tidak mendapat
gangguan dan terhindar dari malapetaka dan mohon kepada Allah dengan mengucap
kata-kata antara lain :
Saat
sedang buang – buang
Mengucap
bismillah memohon kepada Allah atas segala gangguan jin iblis dan gangguan
manusia memberi salam kepada leluhur yang tidak nampak secara lahiriah
Membaca
do’a untuk Nabi Khaidir as, mengucap kata-kata bahwa inilah yang mampu kami
berikan agar kami jangan diganggu, mohon maaf atas segala kekhilafan anak cucu
pada leluhur yang terdahulu minyak bau
diteteskan terlebih dahulu (minyak yang dibuat khusus buat acara adat dan
terbuat dari minyak kelapa yang sudah dimantera terlebih dahulu. Di sebut
minyak bau karena baunya yang menimbulkan aroma khas dan sering dipakai pada
acara-acara adat seperti naik ayun, empat puluh hari setelah melahirkan dan
lain sebagainya dalam kegiatan adat.
Pring
yang disebut dengan pinggan berwarna putih bersih untuk menempatkan
perlengkapan alat-alat buang-buang, barang- barang tersebut di tenggelamkan di
dalam air dengan mengikutu arus air mengalir, sebelum di tenggelamkan digoyang
terlebuh dahulu sebanyak tiga kali dengan niatdidalam hati mohon jangan di
ganggu.
Air
diambil sedikitdibawa pulang dan air tersebut ditampung kedalam piring yang
dipakai sebagai tempat perlengkapan buang-buang.
Minum
air buang-buang
Sampai
dirumah air dipinumkan sedikit dan dimandikan pada anak tersebut, begitu juga
dengan ibunya dengan memohon keselamatan bahwa ir buang-buang dipinum dan mohon
keselamatan agar jangan diganggu oleh leluhur dan adat sudah dijalankan dengan
berbagai prosesimenurut urutannya. Kegiatan upacara adat ini dipimpin
sepenuhnya dan dilakukan oleh dukun bayi. Acara yang terakhir adalah pembacaan
do’a selamat dan acara buang-buang sudah dianggap selesai.
III.
Upacara
Naik Tojang (Naik Ayun)
Ketika
upacara naik ayun yang juga disebut dengan naik Tojang diatas ayunan dan diberi
beberapa perlengkapan terdiri dari 7 warna benang yang diikat di atas ayunan
dengan simbol – simbol yang melambangkan antara lain;
Tujuh benang yang
simpul menjadi satu melambangkan bahwa hubungan jalinan silaturahmi sampai
tujuh turunan, dan didekat simpulan benang tersebut beberapa makanan ketupat
yang melambangkan bahwa makanan tersebut memang sangat dihormati dan dijunjung
tinggi
1. Benang
Putih
2. Benang
Merah
3. Benang
hijau
4. Benang
hitam
5. Benang
coklat
6. Benang
Ungu
7. Benang
kuning
Semua
barang diikat menjadi salah satu yang disebut dengan cindai, dan beberapa
kuah ketupat lemak simbol lambang
dipasang di bawah ayunan memohon kepada Allah SWT agar dapat terlindung dari
segala godaan syaitan, begitu juga kapur yang di corengkan pada anak dan
ibunya. Simbol sapu lidi melmbangkan bahwa penyakit bayi tersebut sudah dibuang,
simbol lesung batu menggambarkan bahwa diharapkan anaka tersebut tidak berat
hati dengan segala sesuatu urusan dan kain yang berwarna kuning melambangkan
bahwa ia adalah dari keturunan bugis memasuki ekor kucing pada ayunan bayi agar
bayi tersebut tidak mudah terkejut dan kehilangan semangat.
IV.
Peralatan
Naik Tojang (Naik Ayun)
Lambang di Bawah Ayunan
Adapun tempat-tempat
yang dipasang antara lain :
1. Diatas
ayunan dan diberi beberapa perlengkapan terdiri dari 7 warna
a. Benang
putih
b. Benang
merah
c. Benang
hijau
d. Benang
ungu
e. Benang
coklat
f. Benang
kuning
Semua
benang diikat menjadi satu yang disebut dengan cindai, dan beberapa buah
ketupat lemak
1. Lambang
dipasang pada tiang ayunan
2. Lambang
dipasang dibawah ayunan
3. Contengan
kapur pada telapak kaki anak dan ibunya
4. Didalam
ayunan diberisapu lidi, ijuk
5. Anak
lesung batu
6. Kain
berwarna kuning
V.
Proses
ritual Naik tojang (Naik Ayun)
Sebelum
memasukkan bayi dalam ayunan, didahului dengan memasukkan seekor kucing, sapu
lidi dan anak lesung batu kedalam ayunan, kemudian barang-barang yang ada di
dalam ayuanan dikeluarkan an dibersihkan dahulu barulah bayi dimasukkan oleh
dukun ke dalam ayunan untuk ditidurkan, untuk ayunan bayi sediri berupa kain
kuning yang tali ayunan pada sambungan tali dengan kain digantung pisang dan
cabe. di bawah ayunan diisi dengan air
putihdi ddalam botok ditulis dengan lam jelalah (lam alif) pada dua sisinya.
Selanjutnya
dengan prosesi atau rutual yaitu :
1. Pembersihan
Ayunan
2. Memasukkan
seekor Kucing kedalam ayunan
3. Mengeluarkan
sapu lidi
4. Memasukkan
bayi ke dalam Ayunan
5. Dan
terakhir membaca Do’a rasul
Pembacaan
do’a rasul dipimpin oleh seorang yang dianggap mengetahui do’a khusus tersebut.
Do’a ini dikhususkan bagi keluarga yang berniat untuk mendapatkan anak dan
memohon keselamat bagi anak tersebut. Adapun yang menjadi perlengkapan untuk
ritual do’a rasul antara lain;
1. Seekor
ayam jantan yang tidak cacat
2. Pulut
kuning
3. Santan
kelapa
4. Air
dalam mangko putih
5. Kain
bewarna kuning
6. Talam
besar
7. Inti
yang dibuat dari parutan daging kelapa yang telah dimasak dengan gula
Perlengkapan
pembacaan do’a rasul, dimulai dari pencaharian ayam yang tidak cacat dan yang
dipilih yang dianggap cukup umur, besar dan sehat menurut ukurannya. Kemudian
ayam dipanggang dengan cara pada bagian dalamnya jeroan dibuang dan hati,
limpa, empedu digabung menjadi satu pada tusukansate. Pemanggangan ayam harus
utuh tidak boleh ditinggalkan salah satu anggotanya. Nasi kuning dibuat dengan
campuran beberapa kunyit dan dicampur dengan air santan untuk menghasilkan
kwalitas yang baik maka makanan tersebut dipanggang di atas kayu api. Setelah
lengkap maka hidangan dilapaisi dengan kain kuning dan diletakkan pada sebuah
talam besar.
Membaca
do’a rasul ini khusus bagi keluarga terdekat untuk menghadirinya. Do’a dipimpin
oleh orang yang dianggap alim dan faham tentang membacanya. Setelah selesai
pembacaan do’a rasul maka pada bagian hati, limpa, dan empedu diberikan kepada
kedua orang tua dan pada bagian lain dibagikan dengan kaum kerabat, tetangga
yang terdekat. Keyakinan sebagian sebagian masyarakat bahwa tulang ayam yang
sudah dibaca akan apat dijadikan penangkal berbagai penyakit atau juga untuk
menghindari dari gigitan binatang buas, sehingga setelah acara selesai maka
sebagianya mengumpulkan untuk dibawa pulang ini juga diberikan pada yang
memesannya.
Makna Dari Acara
Makna
yang tersirat adalah untuk mensucikan ibu dan bayi dari mara bahaya dan
permohonan keselamatan dan kesejahteraan kepaa Allah SWT. Adapun makna yang
terkandung dari simbol-simbol upacara yang dipergunakan padaupacara di bawah
ini antara lain :
§ Upacara
Adat Buang-buang
§ Arti
bendera
§ Upacara
tepung Tawar
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
penelitian kami dapat disimpulkan bahwa Adat dan agama dapat dikolaborasikan
asal tetap dalam koridor yang tiak melanggar agama. semua itu merupakan
pemersatu atau salah satu penyebaran agama yang melalui adat dan budaya. Dari
adat ini semua mengandung makna yang positif untuk kehidupan masyarakat
terutama pada masyarakat bugis.
Kata Pengantar
Bismilahirrahmanirrahiim,
Segala puji bagi
ALLAH,tuhan semesta alam yang senantiasa mencurahkan rahmad dan karunia-nya
salawat serta serta salam semoga di limpahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.,
keluarganya ,para sahabat ,dan seluruh umatnya. Kami bersyukur kepada Illahi
Rabbi yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada kami ,sehingga Makalah
yang berjudul : NAIK TOJANG dapat
diselesaikan.
Materi dalam Makalah
ini disusun berdasarkan penelitian-penelitian di daerah kabupaten pontianak
,agar kami pada umumnya mengerti tentang islam dan budaya lokal terutama
tentang NAIK TOJANG tersebut.
Kami menyadari, bahwa dalam Makalah ini masih
terdapat kekurangan dan kekhilafan .oleh karena itu kepada para pembaca
khususnya ,kami mengharapkan Saran dan Kritik demi kesempurnaan Makalah ini.
Semoga makalah ini
benar-benar bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat pada umumnya . Amin.
Pontianak, 26
Juni 2013
Disusun oleh:
Kelompok 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar