Minggu, 01 Desember 2013

pemikiran pendidikan Ikhwan ash Shafa


MAKALAH
Filsafat Pendidikan Islam
(Pemikiran Pendidikan Menurut Ikwan Al-shafa)
Dosen pengampu : Dr.H.Moh.Haitami Salim,M.Ag
/ Syamsul Kurniawan,M.S.I
Disusun Oleh :
Khairunnisa (1121100019)
Jurusan Tarbiyah PAI
Kelas III A





SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI PONTIANAK TAHUN AJARAN
2013/2014

Pemikiran Pendidikan Islam Ikhwan as-Shafa
Oleh : Khairunnisa
Nim : 1121100019
A.    Pendahuluan
               Dalam kajian filsafat pendidikan Islam, ada beberapa tokoh muslim yang sangat berjasa dalam pengembangan/pembaharuan pemikiran pendidikan Islam, khususnya dari para filosof Muslim, seperti al-Farabi, Al-Ghazali, Ibn Khaldun, Ikhwan al-Shafa, dan lain sebagainya. Ikhwan al-Shafa adalah salah satu organisasi yang didirikan oleh sekelompok masyarakat yang terdiri dari para filosof. Sebagai perkumpulan atau organisasi yang bersifat rahasia, Ikhwan al-Shafa menfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah dan pendidikan. Organisasi ini juga mengajarkan tentang dasar-dasar Islam yang didasarkan oleh persaudaraan Islamiyah (ukhuwah Islamiyah), yaitu sikap yang memandang iman seseorang muslim tidak akan sempurna kecuali ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Ikhwan al-Shafa muncul setelah wafatnya al-Farabi. Kelompok ini telah berhasil menghimpun pemikirannya dalam sebuah ensiklopedi tentang ilmu pengetahuan dan filsafat yang dikenal dengan “Rasail Ikhwan al-Shafa”. Identitas pemuka mereka tidak terang karena mereka bersama anggota mereka memang merahasiakan diri. Sebagai kelompok rahasia, Ikhwan al-Shafa dalam merekut anggota baru dilakukan lewat hubungan perorangan dan dilakukan oleh orang-orang yang terpercaya. Dalam makalah ini akan sedikit menyibak tirai rahasia yang disimpan Ikhwan al-Shafa sebagai salah satu organisasi militan yang lebih suka merahasiakan dirinya. Melalui karya monumental, Rasail Ikhwan al-Shafa, kita mencoba mencari jejak-jejak pemikiran Ikhwan al-Shafa yang tertinggal untuk dicari hikmah dan pelajaran.
Makalah ini mengkaji tentang pemikiran pendidikan Islam Ikwan as-Shafa yang menjcakup tentang :
 
1.      Bagaimana sejarah lahirnya Ikhwan al-Shafa
2.      Bagaimana Pemikiran Pendidikan Menurut Ikhwan Al-Shafa
3.      Bagaimana sistem Pendidikan Ikhwan Al-Shafa


              
Tujuan penulisan makalah ini adalah :

            Untuk mengetahui sejarah lahirnya ,sejarah pendidikan , dan pemikiran-pemikiran Ikhwan as-Shafa’ sehingga kita dapat mengetahui sistem bagaimana pemdidikan pada masa itu dan dapat mengambil hal-hal fositif dalam pemikiran Ikhwan as-Shafa.

B.     Sejarah Lahirnya Ikwan Al-Shafa
                         Ikwan Al-Shafa adalah perkumpulan para mujtahidin dalam bidang filsafat yang banyak memfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah ddan pendidikan. Perkumpulan ini berkembang pada abad kedua Hijriyah di kota Bashrah, Irak. Organisasi ini antara lain mengajarkan tentang dasar-dasar agama islam yang didasarkan pada persaudaraan islamiyah (ukhuah islamiyah), yaitu suatu sikap yang memandang iman seorang muslim akan sempurna kecuali jika ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Sebagai sebuah organisasi ia memiliki semangat dakwah an tabligh yang sangat memiliki kepedulian yang tinggi terhadap orang lain. Semua anggota perkumpulan ini wajib menjadi guru dan mubaligh terhadap orang lain yang terdapat di masyarakat. Disinilah letak relevansinya berbicara Ikwan al-Shafa dengan pendidikan. (Nata.2005:231)
                         Sebutan atau nama “Ikhwan Al-Shafa” di turunkan dari sebuah kisah tentang burung merpati, kisah burung merpati dalam Kalilah wa Dimnah dipilih oleh Ikwan Al-Shafa  sebagai sumber rujukan penamaan dirinya, karena ajaran moralnya yang benilai tinggi. Ajaran moral yang dimaksud berupa hikmah yang bernilai edukatif bagi umat manusia, termasuk umat islam yang pada saat itu semangat persaudaraannya relatif terkoyak. Satu hal yang menjadi kebijakan Ikhwan as-shafa’ adalah merahasiakan keberadaan dan identitas diri atau kelompok serta ajarannya. Akibatnya Ikhwan as-shafa kemudian disebut dengan kelompok rahasia. Berkaitan dengan perihal penetapan “tempat” asal kemunculan dan sentral aktivitas (gerakan) Ikwan as-shafa’ dapat dikatakan bahwa hingga sekarang masih terjadi perdebatan di kalangan para ahli. Sehubung dengan penetapan kota bashrah sebagai tempat asal kelahiran dan sentral aktivitas Ikhwan as-shafa’ ini, Abu Hayyan at-Tauhidi menyatakan:













                        
                        
                         Menurut penjelasan di atas bahwa menurutnya adanya sejumlah tempat (kota) selain Bashrah dan Baghdad, tentu sebatas sebagai cabang semata, masih sangat dimungkinkan. Memang, kota baghdad sebagai cabang terpenting bahsrah, tetapi sejumlah tempat yang selainnya masih sangat berpeluang untuk diposisikan juga sebagai cabang basrah. Pandangan ini dapat didasarkan pada tradisi dakwah Ikhwan as-Shafa’ yang dilakukan lewat pengiriman para propagandisnya ke barbagai daerah.(Muniron.76)        

c.       Pemikiran Pendidikan menurut Ikhwan as-Shafa
             Menurut Ikwan as-Shafa bahwa perumpamaan orang yang belum didik dengan ilmu akidah, ibarat kertas yang masih putih bersih, belum ternoda apapun juga. Apabila kertas ini ditulis sesuatu, maka kertas tersebut telah mamiliki bekas yang tidak mudah dihilangkan.
                         Organisasi ini memandang pendidikan dengan pandangan Rasonal dan emperik, atau perpaduan antara pandangan yang bersifat intelektual dan faktual. Mereka memandang ilmu sebagai gambaran dari sesuatu yang dapat diketahui di alam ini. Dengan kata lain, ilmu yang dihasilkan oleh pemikiran manusia itu terjadi karena mendapat bahan-bahan informasi yang dikirim oleh panca indera.
                         Menurut Ikwan as-Shafa semua pengetahuan berpangkal kepada cerapan Inderawiah. Banyak para pakar yang berpendapat bahwa pengetahuan-pengatahuan itu bertumpu pada premis-premis rasional. Mereka menganggap aktifitas mengetahui sebagai pengingatan ulang, dengan berpijak pada teori pengetahuan plato padahal tidak seperti itu.



                         Berangkat dari teori empiris realistik Ikhwan Al-shafa merumuskan Rasio;
             “sesungguhnya rasio manusia tiada lain hanyalah jiwa yang berfikir. Dikala manusia berada dalam usia dewasa. Jiwa awal pada waktu awal bersatu dengan badan, yaitu periode janin dalam rahim, adalah sesuatu yang amat sederhana, tidak berpengetahuan, tidak berakhlak, dan tidak beraliran, sebagaiman difirmankan Allah,:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur
 noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.           (an-Nahl:78)
                         Ia hanyalah suatu subtansi rohaniah yang hidup  dan mempunyai potensi berkembang. Sewaktu jiwa mendapat “impres” dan “stimuli” inderawiyah-sensual dengan ragam jenis dan macamnya, lalu dipersepsikan, dikenal, diidentifikasi dan dieksperimentasikan. Dengan demikian, jiwa di sebut sebagai berakal dan mengetahui secara aktual.”
                         Berdasarkan kedua teori tentang pengetahuan dan rasio tersebut, Ikwan as-Shafa merumuskan konsep ilmu, belajar dan metode realisasi dalam memperoleh pengetahuan:
             “ketahuilah wahai Saudaraku! Sesungghnya ilmu itu adalah ‘apersepsi’ sesuatu dalam jiwa sujek yang mengetahui, sedangkan lawannnya, kebodohan, adalah tiadannya hal itu dalam jiwa. Ketahuilah bahwa jiwa para ilmuan  (al ulama’) secara aktual-aktif mengetahui (berilmu). Aktifitas belajar-mengajar tiada lain hanyalah pengkapan potensi-potensi agar menjadi kenyataan. Jika hal ini dikaitkan dengan al-alim, maka disebut ta’lim (mengajar); sedangkan jika dikaitkan dengan al-muta’allim (pelajar), maka;disebut ta’allum (belajar)”.(Ridla.2002.159)
                         Didalam surah An-Nahl/16:78 menguraikan jelas menunjukkkan ketidak sepahaman Ikwan As-Shafa’ terhadap pandangan kaum Platonis, yang dengan klaimnya sebagai penerus setia ajaran Plato, dan dengan dasar diktum gurunya al-`ilm tafakkur, menetapkan pengetahan bawaan bagi manusia.
                         Beberapa contoh pokok pikiran mereka mengenai pendidikan dan pengajaran masih relevan dengan pendidikan modern sekarang. Diantaranya adalah tujuan, kurikulum dan metode pendidikan.
a.      Mengenai tujuan pendidikan mereka melihat bahwa tujuan pendidikan haruslah dengan keagamaan. Tiap ilmu, kata mereka merupakan malapetaka bagi pemiliknya bila ilmu ini tidak ditujukan kepada keridhoan Allah dan kepada keakhiratan. Ikhwan al-Shafa menilai ilmu yang paling membahayakan adalah ilmuan yang saat ditanya tentang hal-hal yang telah mengejala ditengah-tengah masyakat luas tidak bisa memberi jawaban (solusi) yang baik dan kritis, melainkan justru turut larut kedalam kesalahan, penyimpangan dan kebodohan dan getol menulis karya-karyanya “manipulatif” yang menghantam para ulama dan filosof.
b.      Mengenai kurikulum pendidikan tingkat akademis mereka berpendapat agar dalam kurikulum mencakap logika, filsafat, ilmu jiwa, pengkajian kitab agama samawi, ilmu syariat, dan ilmu pasti.
c.       Berguru dalam menuntut ilmu sangat penting dalam pandangan pendidik-pendidik islam, karena menurut ikhwan al-shafa pengetahan itu mempunyai syarat-syarat. Syarat-syarat itu dapat diketahui dalam kesanggupan seseorang. Untuk itu diperlukan guru atau pendidik bagi pengajarannya, budi pekertinya, tutur bahasanya , akhlaknya dan pengetahuannya.(Elliisss.2012)
       Dapat disimpulkan dari kutipan yang saya ambil bahwa pendidikan dilihat dari tujuan yang harus di rumuskan dari agama. Dan ilmu akan menjadi malapetaka bagi memilikinya jika ilmu tersebut tidak di bagi atau di turunkan kembali karena ilmu tersebut berupa titipan dari Allah SWT, pendapat ini saling berkaitan dengan apa yang sudah di paparkan pada makalah saya halaman.2 pada alenia pertama yaitu “Semua anggota perkumpulan ini wajib menjadi guru dan mubaligh terhadap orang lain yang terdapat di masyarakat. Disinilah letak relevansinya berbicara Ikwan al-Shafa dengan pendidikan.”

D.    Sistem Pendidikan Ikwan Al-Shafa

                         Sebagai konsekuensi formulasi relasi (kaitan) komplementer dari konsepsi Ikhwan al-shafa tentang manusia, pengetahuan, ilmu/program kurikuler dan belajar, maka mereka membangun teori pendidikn yang komprehensif, sempurna ddan gradual.

             Sudah di jelaskan di atas sesuai dengan surah An-Nahl/16:78 tadi bahwa aktifitas pendidikan mulai sejak belum kelahiran. Sebab , kondisi bayi dan perkembangan sudah dipengaruhi oleh keadaan kehamilan dan kesehatan sang ibu yang hamil. Dengan demikian, perhatian pendidikan harus sudah diberikan sejak masa janin dalam rahim, karena “janin berada dalam rahim selama sembilan bulan itu, adalah agar sempurna bentuk dan kejadiannya setiap orang berakal mengetahui bahwa janin yang lahir dalam keadaan cacat dan tidak sempurna bisa jadi tidak berguna di dunia para dokter pun menasehati ibu-ibu hamil untuk berhati-hati dalam gerak dan beraktifitas, jangan sampai nantinya berdampak buruk bagi janin yang ada dalam rahim. Yang diharapkan dengan hal itu tentunya agar si janin lahir kedunia dalam keadaan sehat dan normal.
                         Dalam sejarah islam kelompok Ikhwan as-Shafa tampil “eksklusif” dengan gerakan reformatif pendidikannya. Karena itu, mereka adalah Ta’limuyyun (bermisi pengajaran) dalam melangsungkan kegiatan keilmuan dan politiknya. Kecenderungan ta’limiy ini, sangat tampak dalam praktek politiknya, yaitu dalam pola relasi dan organisasi antar mereka berada pada penjenjangan dakwah (penyebaran misi). Penjenjangan dakwah dan aksinya mengikuti empat pelapisan:
*      Lapisan pertama ,kelompok remaja dan pemuda yang berkisar usia 15-30 tahun. Kelompok usia ini, pertumbuhan dan perkembangan jiwanya relatif masih selaras dengan fitrah, mengingat kelompok usia ini berstatus murid, sepantasnya bila mereka mengikuti para guru mereka.
*      Lapisan kedua, kelompok orang dewasa yang berkisar usia 30-40 tahun. Kelompok ini sudah mengetahui wisdom keduniaan dan sudah mampu menerima pengetahuan melalui “simbol”.
*      Lapisan ketiga, kelompok individu yang berkisar usia 40-50 tahun, mereka sudah dapat mengetahui numas ilahiy (malaikat tuhan)secara sempurna sesuai dengan tingkatan mereka. Ini adalah tingkatan para Nabi.(Ridla.2002.147)

       Dalam pola klasifikasi lain tentang jenjang dakwah kelompok Ikhwan al-shafa, sebagai menjadi :
*   Al-abrar al-Rhamah’ (yang baik-pengasih), yaitu anggota kelompok yang berusia 15 tahunan. Meraka mempunyai karakteristik jernih jiwa, murah hati, manis kata dan cepat paham.

*   Al-Akhyar al-Rhama’ (yang terpilih mulia), yaitu anggota kelompok yang berusia 30 tahunan. Mereka bercirikan concern terhadap Ikhwan, murah Hati, lembut, santtun dan peduli pada Ikhwan.
*   Al-fudlala’ al-Kiram (yang mulia terhormat), yaitu anggota kelompok yang berusia 40 tahunan. Mereka ini bercirikan otoritatif, direktif dan pemersatu atas perentangan yang ada dengan cara bijak, santun dan konstruktif
*   Al-balighun malakutallahi (yang telah mencapai malaikat Allah), yait anggota kelompok yang berusia 50 tahunan. Mereka ini bercirikan kepasrahan total, keteguhan jiwa dan penyaksian langsing kebenarn.(Ridla.2002.147-148)
            Keistimewaan selanjutnya dari Ikwan al-Shafa ada pada etos keilmuannya. Mereka tidak membatasi diri hanya dengan satu sumber, melainkan mereka benar-benar mengamalkan advokasi Nabi,”Hikmah itu barang hilang orang mu’min, ia akan mengambilnya dimanapun ditemukan” .dari sini, mereka mempunyai pandangan yang luas-menyeluruh tenang sumber-sumber pengetahuan  (ma’rifah). Ikhwan al-shafa membagi sumber pengetahuan menjadi 4 dimensi :
1.      Kitab suci al-Quran yang diturunkan, semisal taurat,Injil dan Al-Qur’an
2.      Kitab-kitab yang disusun oleh para hukama’ (orang-orang bijak) dan filosof, baik berupa Matematika, fisika-kealaman, sastra dan filsafat.
3.      Alam, yakni bentik empiris (phenoumenon) segala sesuatu sebagaimana adanya.
4.      Perenungan alam semesta dan tata aturan kosmiknya, atau sering disebut subtansi neumenon, ragam dan macamnya , serta kaitan fungsionalnya dengan kenyataan empris (phenounmenon)

            Selain itu, ada keistimewaan lain yang dimiliki Ikwan al-shafa, sebagai suatu keistimewaan yang paling menonjol. Mereka menolak fanatisme, dan berpegang pada kebebasan berfikir kritis untuk mencari kebenaran. Mereka menyeru kepada para pengikutnya agar tidak mengabaikan suatu disiplin keilmuan pun, tidak bersikap antipati terhadap suatu kitab pun, atau bersikap fanatik buta terhadap keterbukaan dan kebabasan intelektual, mereka mampu mempengaruhi generasi kurunnya untuk memahami keragaman dan perbedaan pemikiran,  serta pluralitas aliran pemikiran dalam pengembangan dimnamika keilmuan dan akselerasi derap langkah kemajuan intelektual-sosialnya.(Ridla.2002.148)
E.     Relevansi pemikiran pendidikan Ikhwan al-Shafa dalam pembaharuan pendidikan

      Ikwan menyebutkan tentang ilmu yang dapat dicapai melalui tulisan dan bacaan dengan cara ini dapat memahami kalimat, bahas dan ungkapa-ungkapan yang ditanggap melalui pemikiran. (el Khansa.2012)

      Dapat saya simpulkan bahwa Selain itu metode-metode pemikiran pendidikan yang dilakukan oleh Ikhwan ash-Shafa adalah metode dakwah, atau penyampaian dakwah terdapat di dalam makalah saya ini pada halaman 6-7.

      Relevansi pemikiran pendidikan Ikhwan ash-Shafa pada masa kini masih terpakai dan terealisasikan , contohnya yang pertama, dengan metode menulis pada saat ini metode menulis atau mencatat pelajaran pada tahap belajar mengajar masih di pakai, yang kedua, dengan meode bacaan, pada saat ini metode bacaan juga masih terealisasikan dan di pahami pada proses belajar mengajar, dengan membaca peserta didik dapat memahami makna/ maksud dari isi yang telah di bacanya apalagi metode tersebut dilakukan secara berulang-ulang seperti contohnya pada teori belajar Behaviorisme .
BEHAVIORISME
(Perubahan Perilaku)
      respon

            stimulus             




Maksudnya, simulus(sebab) di ibaratkan makanan penyemangat, apabila kita terus membaca maka akan terjadi respon(akibat) atau tanggapan dari otak kita ,sehingga kita akan mengingat pelajaran yang sudah kita baca secara berulang-ulang tadi.
Yang ketiga metode dakwah, metode ini yang tampak sekali pada metode yang dilakukan oleh Ikwan ash-Shafa yaitu tertera di dalam kutipan makalah saya pada halaman 6-7 ,relevansinya pada masa kini masih dipakai contohnya seorang guru atau dosen menerangkan dengan pengetahuannya sedangkan murid atau mahasiswanya mendengarkan penyampaian tersebut, kemungkinan dari semua yang di dapat akan di fahami dan diaplikasikan di kehidupannya .
C.KESIMPULAN
            Teori-teori Ikwan al-shafa dan tujuan-tujuannya yang bersifat sosial dan intelektal. Pemikiran pendidikan yang dikemukakan Ikhwan al shafa bersifat rasio dan emperik, selain itu sistem pendidikan nya dengan penyampaian dakwah dengan berbagai jenjang Usia.
            Dari kutipan yang saya dapat Selain itu Ikwan ash- Shafa juga berpendapat bahwa ilmu harus dapat dari usaha (muktasabah) bukan pemberian tanpa usaha ilmu yang demikian di dapat dengan panca indera atau bersifat emperik. (Rahmad nur wahid.2012)
















Daftar Pustaka
·      Muhammad Jawad Ridla.2002.Tiga Aliran Pertama Teori Pendidikan Islam.Yogyakarta.PT.Tiara Wacana Yogya
·      Prof.Dr.H. Abuddin Nata,M.A.2005.Filsafat Pendidikan islam.Jakarta Selatan.Gaya media Pratama
·      Dr.Muniron.2010.Epistemologi Ikhwan as-shafa.Jember.Pustaka Pelajar
·      Elliisss.2012.pemikiran ikwan as-shafa. dalam. http://sumgaiman.blogspot.com/2012/06/pemikiran-ikhwan-al-safa.html





1 komentar: