MAKALAH
Filsafat Pendidikan Islam
(Pemikiran Pendidikan Menurut Ikwan Al-shafa)
Dosen pengampu : Dr.H.Moh.Haitami
Salim,M.Ag
/ Syamsul Kurniawan,M.S.I
Disusun Oleh :
Khairunnisa (1121100019)
Jurusan Tarbiyah PAI
Kelas III A
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGERI PONTIANAK TAHUN AJARAN
2013/2014
Pemikiran Pendidikan Islam Ikhwan as-Shafa
Oleh : Khairunnisa
Nim : 1121100019
A.
Pendahuluan
Dalam kajian filsafat pendidikan Islam, ada beberapa tokoh muslim yang
sangat berjasa dalam pengembangan/pembaharuan pemikiran pendidikan Islam,
khususnya dari para filosof Muslim, seperti al-Farabi, Al-Ghazali, Ibn Khaldun,
Ikhwan al-Shafa, dan lain sebagainya. Ikhwan al-Shafa adalah salah satu
organisasi yang didirikan oleh sekelompok masyarakat yang terdiri dari para filosof.
Sebagai perkumpulan atau organisasi yang bersifat rahasia, Ikhwan al-Shafa
menfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah dan pendidikan. Organisasi ini juga
mengajarkan tentang dasar-dasar Islam yang didasarkan oleh persaudaraan
Islamiyah (ukhuwah Islamiyah), yaitu sikap yang memandang iman seseorang muslim
tidak akan sempurna kecuali ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya
sendiri. Ikhwan al-Shafa muncul setelah wafatnya al-Farabi. Kelompok ini telah
berhasil menghimpun pemikirannya dalam sebuah ensiklopedi tentang ilmu
pengetahuan dan filsafat yang dikenal dengan “Rasail Ikhwan al-Shafa”.
Identitas pemuka mereka tidak terang karena mereka bersama anggota mereka
memang merahasiakan diri. Sebagai kelompok rahasia, Ikhwan al-Shafa dalam merekut
anggota baru dilakukan lewat hubungan perorangan dan dilakukan oleh orang-orang
yang terpercaya. Dalam makalah ini akan sedikit menyibak tirai rahasia yang
disimpan Ikhwan al-Shafa sebagai salah satu organisasi militan yang lebih suka
merahasiakan dirinya. Melalui karya monumental, Rasail Ikhwan al-Shafa, kita
mencoba mencari jejak-jejak pemikiran Ikhwan al-Shafa yang tertinggal untuk
dicari hikmah dan pelajaran.
Makalah ini
mengkaji tentang pemikiran pendidikan Islam Ikwan as-Shafa yang menjcakup
tentang :
1.
Bagaimana sejarah lahirnya Ikhwan al-Shafa
2.
Bagaimana Pemikiran Pendidikan Menurut Ikhwan Al-Shafa
3.
Bagaimana sistem Pendidikan Ikhwan Al-Shafa
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
Untuk
mengetahui sejarah lahirnya ,sejarah pendidikan , dan pemikiran-pemikiran
Ikhwan as-Shafa’ sehingga kita dapat mengetahui sistem bagaimana pemdidikan
pada masa itu dan dapat mengambil hal-hal fositif dalam pemikiran Ikhwan as-Shafa.
B.
Sejarah Lahirnya Ikwan Al-Shafa
Ikwan
Al-Shafa adalah perkumpulan para mujtahidin dalam bidang filsafat yang banyak
memfokuskan perhatiannya pada bidang dakwah ddan pendidikan. Perkumpulan ini
berkembang pada abad kedua Hijriyah di kota Bashrah, Irak. Organisasi ini
antara lain mengajarkan tentang dasar-dasar agama islam yang didasarkan pada
persaudaraan islamiyah (ukhuah islamiyah), yaitu suatu sikap yang memandang
iman seorang muslim akan sempurna kecuali jika ia mencintai saudaranya seperti
mencintai dirinya sendiri. Sebagai sebuah organisasi ia memiliki semangat
dakwah an tabligh yang sangat memiliki kepedulian yang tinggi terhadap orang
lain. Semua anggota perkumpulan ini wajib menjadi guru dan mubaligh terhadap
orang lain yang terdapat di masyarakat. Disinilah letak relevansinya berbicara
Ikwan al-Shafa dengan pendidikan. (Nata.2005:231)
Sebutan
atau nama “Ikhwan Al-Shafa” di turunkan dari sebuah kisah tentang burung
merpati, kisah burung merpati dalam Kalilah wa Dimnah dipilih oleh Ikwan
Al-Shafa sebagai sumber rujukan penamaan
dirinya, karena ajaran moralnya yang benilai tinggi. Ajaran moral yang dimaksud
berupa hikmah yang bernilai edukatif bagi umat manusia, termasuk umat islam
yang pada saat itu semangat persaudaraannya relatif terkoyak. Satu hal yang
menjadi kebijakan Ikhwan as-shafa’ adalah merahasiakan keberadaan dan identitas
diri atau kelompok serta ajarannya. Akibatnya Ikhwan as-shafa kemudian disebut
dengan kelompok rahasia. Berkaitan dengan perihal penetapan “tempat” asal
kemunculan dan sentral aktivitas (gerakan) Ikwan as-shafa’ dapat dikatakan
bahwa hingga sekarang masih terjadi perdebatan di kalangan para ahli. Sehubung
dengan penetapan kota bashrah sebagai tempat asal kelahiran dan sentral
aktivitas Ikhwan as-shafa’ ini, Abu Hayyan at-Tauhidi menyatakan:
Menurut
penjelasan di atas bahwa menurutnya adanya sejumlah tempat (kota) selain
Bashrah dan Baghdad, tentu sebatas sebagai cabang semata, masih sangat
dimungkinkan. Memang, kota baghdad sebagai cabang terpenting bahsrah, tetapi
sejumlah tempat yang selainnya masih sangat berpeluang untuk diposisikan juga
sebagai cabang basrah. Pandangan ini dapat didasarkan pada tradisi dakwah
Ikhwan as-Shafa’ yang dilakukan lewat pengiriman para propagandisnya ke
barbagai daerah.(Muniron.76)
c.
Pemikiran Pendidikan menurut Ikhwan as-Shafa
Menurut
Ikwan as-Shafa bahwa perumpamaan orang yang belum didik dengan ilmu akidah,
ibarat kertas yang masih putih bersih, belum ternoda apapun juga. Apabila kertas
ini ditulis sesuatu, maka kertas tersebut telah mamiliki bekas yang tidak mudah
dihilangkan.
Organisasi
ini memandang pendidikan dengan pandangan Rasonal dan emperik, atau perpaduan
antara pandangan yang bersifat intelektual dan faktual. Mereka memandang ilmu
sebagai gambaran dari sesuatu yang dapat diketahui di alam ini. Dengan kata
lain, ilmu yang dihasilkan oleh pemikiran manusia itu terjadi karena mendapat
bahan-bahan informasi yang dikirim oleh panca indera.
Menurut
Ikwan as-Shafa semua pengetahuan berpangkal kepada cerapan Inderawiah. Banyak
para pakar yang berpendapat bahwa pengetahuan-pengatahuan itu bertumpu pada
premis-premis rasional. Mereka menganggap aktifitas mengetahui sebagai
pengingatan ulang, dengan berpijak pada teori pengetahuan plato padahal tidak
seperti itu.
Berangkat
dari teori empiris realistik Ikhwan Al-shafa merumuskan Rasio;
“sesungguhnya
rasio manusia tiada lain hanyalah jiwa yang berfikir. Dikala manusia berada
dalam usia dewasa. Jiwa awal pada waktu awal bersatu dengan badan, yaitu
periode janin dalam rahim, adalah sesuatu yang amat sederhana, tidak berpengetahuan,
tidak berakhlak, dan tidak beraliran, sebagaiman difirmankan Allah,:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur
noyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya:
“Dan Allah mengeluarkan
kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia
memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (an-Nahl:78)
Ia
hanyalah suatu subtansi rohaniah yang hidup
dan mempunyai potensi berkembang. Sewaktu jiwa mendapat “impres” dan
“stimuli” inderawiyah-sensual dengan ragam jenis dan macamnya, lalu
dipersepsikan, dikenal, diidentifikasi dan dieksperimentasikan. Dengan
demikian, jiwa di sebut sebagai berakal dan mengetahui secara aktual.”
Berdasarkan
kedua teori tentang pengetahuan dan rasio tersebut, Ikwan as-Shafa merumuskan
konsep ilmu, belajar dan metode realisasi dalam memperoleh pengetahuan:
“ketahuilah
wahai Saudaraku! Sesungghnya ilmu itu adalah ‘apersepsi’ sesuatu dalam jiwa
sujek yang mengetahui, sedangkan lawannnya, kebodohan, adalah tiadannya hal itu
dalam jiwa. Ketahuilah bahwa jiwa para ilmuan
(al ulama’) secara
aktual-aktif mengetahui (berilmu). Aktifitas belajar-mengajar tiada lain hanyalah
pengkapan potensi-potensi agar menjadi kenyataan. Jika hal ini dikaitkan dengan
al-alim, maka disebut ta’lim
(mengajar); sedangkan jika dikaitkan dengan al-muta’allim
(pelajar), maka;disebut ta’allum
(belajar)”.(Ridla.2002.159)
Didalam
surah An-Nahl/16:78 menguraikan jelas menunjukkkan ketidak sepahaman Ikwan
As-Shafa’ terhadap pandangan kaum Platonis, yang dengan klaimnya sebagai
penerus setia ajaran Plato, dan dengan dasar diktum gurunya al-`ilm tafakkur,
menetapkan pengetahan bawaan bagi manusia.
Beberapa
contoh pokok pikiran mereka mengenai pendidikan dan pengajaran masih relevan
dengan pendidikan modern sekarang. Diantaranya adalah tujuan, kurikulum dan
metode pendidikan.
a. Mengenai tujuan pendidikan mereka melihat bahwa tujuan
pendidikan haruslah dengan keagamaan. Tiap ilmu, kata mereka merupakan
malapetaka bagi pemiliknya bila ilmu ini tidak ditujukan kepada keridhoan Allah
dan kepada keakhiratan. Ikhwan al-Shafa menilai ilmu yang paling membahayakan
adalah ilmuan yang saat ditanya tentang hal-hal yang telah mengejala
ditengah-tengah masyakat luas tidak bisa memberi jawaban (solusi) yang baik dan
kritis, melainkan justru turut larut kedalam kesalahan, penyimpangan dan
kebodohan dan getol menulis karya-karyanya “manipulatif” yang menghantam para
ulama dan filosof.
b. Mengenai kurikulum pendidikan tingkat akademis mereka
berpendapat agar dalam kurikulum mencakap logika, filsafat, ilmu jiwa,
pengkajian kitab agama samawi, ilmu syariat, dan ilmu pasti.
c. Berguru dalam menuntut ilmu sangat penting dalam pandangan
pendidik-pendidik islam, karena menurut ikhwan al-shafa pengetahan itu
mempunyai syarat-syarat. Syarat-syarat itu dapat diketahui dalam kesanggupan
seseorang. Untuk itu diperlukan guru atau pendidik bagi pengajarannya, budi pekertinya,
tutur bahasanya , akhlaknya dan pengetahuannya.(Elliisss.2012)
Dapat
disimpulkan dari kutipan yang saya ambil bahwa pendidikan dilihat dari tujuan
yang harus di rumuskan dari agama. Dan ilmu akan menjadi malapetaka bagi
memilikinya jika ilmu tersebut tidak di bagi atau di turunkan kembali karena
ilmu tersebut berupa titipan dari Allah SWT, pendapat ini saling berkaitan
dengan apa yang sudah di paparkan pada makalah saya halaman.2 pada alenia
pertama yaitu “Semua anggota perkumpulan ini wajib menjadi guru dan mubaligh
terhadap orang lain yang terdapat di masyarakat. Disinilah letak relevansinya
berbicara Ikwan al-Shafa dengan pendidikan.”
D.
Sistem Pendidikan Ikwan Al-Shafa
Sebagai
konsekuensi formulasi relasi (kaitan) komplementer dari konsepsi Ikhwan
al-shafa tentang manusia, pengetahuan, ilmu/program kurikuler dan belajar, maka
mereka membangun teori pendidikn yang komprehensif, sempurna ddan gradual.
Sudah
di jelaskan di atas sesuai dengan surah An-Nahl/16:78 tadi bahwa aktifitas
pendidikan mulai sejak belum kelahiran. Sebab , kondisi bayi dan perkembangan
sudah dipengaruhi oleh keadaan kehamilan dan kesehatan sang ibu yang hamil.
Dengan demikian, perhatian pendidikan harus sudah diberikan sejak masa janin dalam
rahim, karena “janin berada dalam rahim selama sembilan bulan itu, adalah agar
sempurna bentuk dan kejadiannya setiap orang berakal mengetahui bahwa janin
yang lahir dalam keadaan cacat dan tidak sempurna bisa jadi tidak berguna di
dunia para dokter pun menasehati ibu-ibu hamil untuk berhati-hati dalam gerak
dan beraktifitas, jangan sampai nantinya berdampak buruk bagi janin yang ada
dalam rahim. Yang diharapkan dengan hal itu tentunya agar si janin lahir
kedunia dalam keadaan sehat dan normal.
Dalam
sejarah islam kelompok Ikhwan as-Shafa tampil “eksklusif” dengan gerakan
reformatif pendidikannya. Karena itu, mereka adalah Ta’limuyyun (bermisi pengajaran) dalam melangsungkan kegiatan
keilmuan dan politiknya. Kecenderungan ta’limiy
ini, sangat tampak dalam praktek politiknya, yaitu dalam pola relasi dan
organisasi antar mereka berada pada penjenjangan dakwah (penyebaran misi).
Penjenjangan dakwah dan aksinya mengikuti empat pelapisan:
Lapisan pertama ,kelompok remaja dan
pemuda yang berkisar usia 15-30 tahun. Kelompok usia ini, pertumbuhan dan
perkembangan jiwanya relatif masih selaras dengan fitrah, mengingat kelompok
usia ini berstatus murid, sepantasnya bila mereka mengikuti para guru mereka.
Lapisan kedua, kelompok orang dewasa yang
berkisar usia 30-40 tahun. Kelompok ini sudah mengetahui wisdom keduniaan dan
sudah mampu menerima pengetahuan melalui “simbol”.
Lapisan ketiga, kelompok individu yang
berkisar usia 40-50 tahun, mereka sudah dapat mengetahui numas ilahiy (malaikat
tuhan)secara sempurna sesuai dengan tingkatan mereka. Ini adalah tingkatan para
Nabi.(Ridla.2002.147)
Dalam
pola klasifikasi lain tentang jenjang dakwah kelompok Ikhwan al-shafa, sebagai
menjadi :
Al-abrar
al-Rhamah’ (yang baik-pengasih), yaitu anggota
kelompok yang berusia 15 tahunan. Meraka mempunyai karakteristik jernih jiwa,
murah hati, manis kata dan cepat paham.
Al-Akhyar
al-Rhama’ (yang terpilih mulia), yaitu anggota
kelompok yang berusia 30 tahunan. Mereka bercirikan concern terhadap Ikhwan,
murah Hati, lembut, santtun dan peduli pada Ikhwan.
Al-fudlala’
al-Kiram (yang mulia terhormat), yaitu anggota
kelompok yang berusia 40 tahunan. Mereka ini bercirikan otoritatif, direktif
dan pemersatu atas perentangan yang ada dengan cara bijak, santun dan konstruktif
Al-balighun
malakutallahi (yang telah mencapai malaikat Allah),
yait anggota kelompok yang berusia 50 tahunan. Mereka ini bercirikan kepasrahan
total, keteguhan jiwa dan penyaksian langsing kebenarn.(Ridla.2002.147-148)
Keistimewaan selanjutnya dari Ikwan
al-Shafa ada pada etos keilmuannya. Mereka tidak membatasi diri hanya dengan
satu sumber, melainkan mereka benar-benar mengamalkan advokasi Nabi,”Hikmah itu
barang hilang orang mu’min, ia akan mengambilnya dimanapun ditemukan” .dari
sini, mereka mempunyai pandangan yang luas-menyeluruh tenang sumber-sumber
pengetahuan (ma’rifah). Ikhwan al-shafa
membagi sumber pengetahuan menjadi 4 dimensi :
1. Kitab suci al-Quran yang diturunkan, semisal taurat,Injil
dan Al-Qur’an
2. Kitab-kitab yang disusun oleh para hukama’ (orang-orang
bijak) dan filosof, baik berupa Matematika, fisika-kealaman, sastra dan
filsafat.
3. Alam, yakni bentik empiris (phenoumenon) segala sesuatu
sebagaimana adanya.
4. Perenungan alam semesta dan tata aturan kosmiknya, atau
sering disebut subtansi neumenon, ragam dan macamnya , serta kaitan
fungsionalnya dengan kenyataan empris (phenounmenon)
Selain itu, ada keistimewaan lain
yang dimiliki Ikwan al-shafa, sebagai suatu keistimewaan yang paling menonjol.
Mereka menolak fanatisme, dan berpegang pada kebebasan berfikir kritis untuk
mencari kebenaran. Mereka menyeru kepada para pengikutnya agar tidak
mengabaikan suatu disiplin keilmuan pun, tidak bersikap antipati terhadap suatu
kitab pun, atau bersikap fanatik buta terhadap keterbukaan dan kebabasan
intelektual, mereka mampu mempengaruhi generasi kurunnya untuk memahami
keragaman dan perbedaan pemikiran, serta
pluralitas aliran pemikiran dalam pengembangan dimnamika keilmuan dan
akselerasi derap langkah kemajuan intelektual-sosialnya.(Ridla.2002.148)
E.
Relevansi pemikiran pendidikan Ikhwan al-Shafa dalam
pembaharuan pendidikan
Ikwan
menyebutkan tentang ilmu yang dapat dicapai melalui tulisan dan bacaan dengan
cara ini dapat memahami kalimat, bahas dan ungkapa-ungkapan yang ditanggap
melalui pemikiran. (el Khansa.2012)
Dapat
saya simpulkan bahwa Selain itu metode-metode pemikiran pendidikan yang
dilakukan oleh Ikhwan ash-Shafa adalah metode dakwah, atau penyampaian dakwah
terdapat di dalam makalah saya ini pada halaman 6-7.
Relevansi
pemikiran pendidikan Ikhwan ash-Shafa pada masa kini masih terpakai dan
terealisasikan , contohnya yang pertama, dengan metode menulis pada saat ini
metode menulis atau mencatat pelajaran pada tahap belajar mengajar masih di
pakai, yang kedua, dengan meode bacaan, pada saat ini metode bacaan juga masih
terealisasikan dan di pahami pada proses belajar mengajar, dengan membaca
peserta didik dapat memahami makna/ maksud dari isi yang telah di bacanya
apalagi metode tersebut dilakukan secara berulang-ulang seperti contohnya pada
teori belajar Behaviorisme .
BEHAVIORISME
(Perubahan Perilaku)
respon | stimulus |
Maksudnya, simulus(sebab) di ibaratkan
makanan penyemangat, apabila kita terus membaca maka akan terjadi
respon(akibat) atau tanggapan dari otak kita ,sehingga kita akan mengingat
pelajaran yang sudah kita baca secara berulang-ulang tadi.
Yang ketiga metode dakwah, metode ini
yang tampak sekali pada metode yang dilakukan oleh Ikwan ash-Shafa yaitu
tertera di dalam kutipan makalah saya pada halaman 6-7 ,relevansinya pada masa
kini masih dipakai contohnya seorang guru atau dosen menerangkan dengan
pengetahuannya sedangkan murid atau mahasiswanya mendengarkan penyampaian
tersebut, kemungkinan dari semua yang di dapat akan di fahami dan diaplikasikan
di kehidupannya .
C.KESIMPULAN
Teori-teori Ikwan al-shafa dan
tujuan-tujuannya yang bersifat sosial dan intelektal. Pemikiran pendidikan yang
dikemukakan Ikhwan al shafa bersifat rasio dan emperik, selain itu sistem
pendidikan nya dengan penyampaian dakwah dengan berbagai jenjang Usia.
Dari kutipan yang saya dapat
Selain itu Ikwan ash- Shafa juga berpendapat bahwa ilmu harus dapat dari usaha
(muktasabah) bukan pemberian tanpa
usaha ilmu yang demikian di dapat dengan panca indera atau bersifat emperik.
(Rahmad nur wahid.2012)
Daftar Pustaka
· Muhammad Jawad Ridla.2002.Tiga Aliran Pertama Teori
Pendidikan Islam.Yogyakarta.PT.Tiara Wacana Yogya
· Prof.Dr.H. Abuddin Nata,M.A.2005.Filsafat Pendidikan
islam.Jakarta Selatan.Gaya media Pratama
· Dr.Muniron.2010.Epistemologi Ikhwan as-shafa.Jember.Pustaka Pelajar
· Elliisss.2012.pemikiran ikwan as-shafa. dalam. http://sumgaiman.blogspot.com/2012/06/pemikiran-ikhwan-al-safa.html
· Rahmad
nur wahid.2012.http://rahmad-nur.blogspot.com/2012/04/konsep-dasar-pendidikan-menurut-al.html
Hatur Nuhun Khairunissa
BalasHapus